KEDUDUKAN QUNUT SUBUH.
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang
Assalamualaikum wbh pembaca muslimin sekelian.
Pada 18 Januari lalu saya menerima reply dari artikel saya bertajuk ‘Duit saya habis, anak belum ditemui’ di http://laman-emjay.blogspot.com/2008/01/duit-saya-habis-anak-belum-ditemui.html . Reply tersebut dihantar oleh leron02 yang berbunyi berikut:
leron02 wrote on Jan 18
terima kasih atas jawapan mj.cuma saya tidak tahu di mana asalnya datang mewajibkan qunut di baca ketika solat subuh.boleh tak mj sertakan mana-mana link yang berkaitan tentang qunut dalam solat subuh ni.saya mahu menjelaskan kepada keluarga dan kawan-kawan supaya mereka tak jauh tersasar...menjadi masalah bagi saya untuk menjelaskan kepada mereka terutama keluarga saya kerana saya sendiri sedang mencari-cari fahaman sunnah yang betul.. boleh tak mj tolong saya.
Berikut adalah beberapa artikel yang saya copy paste dari beberapa lokasi yang boleh diguna pakai untuk membincangkan duduk perkara ini.
Dari http://kalampemintas.wordpress.com/category/fiqh/
Kedudukan Qunut Subuh
8 12 2006
Imam An Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa qunut shalat subuh adalah sunnah, karena ada hadits shahih di dalamnya, dari Anas radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan qunut di dalam (shalat) subuh hingga beliau meninggal dunia. (Hadits ini) diriwayatkan oleh al Hakim Abu Abdillah dalam kitab al Arba’in dan dia berkata shahih.
Setelah beliau (Imam Nawawi) menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah dan Baihaqi tentang do’a qunut dalam witir -Allahummah dinii fii man hadait …- beliau berkata, Dan dalam riwayat yang disebutkan al Baihaqi bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do’a ini (yaitu doa qunut witir) adalah do’a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut.
Kemudian Imam Nawawi berkata, Telah berkata sahabat-sahabat kami, qunut dengan doa yang datang dari Umar bin Khaththab, maka itu baik juga, karena beliau (Umar) telah qunut di dalam shalat subuh setelah ruku’ lalu berdoa -Allahumma inna nasta’inuka …-.
Untuk menentukan suatu amalan itu bernilai wajib, sunnah atau bahkan bid’ah perlu diteliti dalil dan hujjah yang mendukungnya, shahih atau tidak, sebab tidak boleh berhujjah kecuali dengan riwayat yang shahih. Oleh karena perlu dibahas satu persatu dalil dan hujjah yang berkenaan dengan qunut subuh ini.
1. Hadits Pertama: Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terus menerus melakukan qunut di dalam shalat subuh sampai meninggalkan dunia.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrazaq di dalam Al Mushannaf (3/110/4964), Ibnu Abi Syaibah (2/312), Ath Thahawi di dalam Syarhul Ma’ani (1/143), Ad Daruquthni (hal 178), Al Hakim dalam Al Arba’in, Al baihaqi dari jalan Al Hakim (2/201), Al Baghawi di dalam Syarhus Sunnah (3/123/739), Ibnul Jauzi di dalam Al Wahiyah (1/444-445) dan Ahmad (3/162) dari jalan Abu Ja’far Ar Razi dari Rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik.
Al Baghawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya hasan. Al Baihaqi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya shahih dan para perawinya terpercaya… dan dia meyetujuinya. An Nawawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Hadits shahih.
Sebenarnya hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Abu Ja’far Ar Razi dilemahkan oleh para ulama. Ibnu At Turkumani berkata dalam membantah Al Baihaqi, Bagaimana bisa sanandnya shahih padahal perawi dari Rabi’ yang bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan Ar Razi adalah seorang yang diperbincangkan. Ibnu Hambal dan An Nasa-i mengatakan bahwa dia (Abu Ja’far) tidak kuat, sedangkan Abu Zur’ah berkata bahwa dia (Abu Ja’far) sering keliru dan Al Fallas berkata bahwa hafalannya (Abu Ja’far) buruk, bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa dia (Abu Ja’far) menceritakan riwayat-riwayat yang mungkar dari orang-orang yang terkenal.
Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad (1/99), Adapun Abu Ja’far, dia telah dilemahkan oleh Ahmad dan lainnya. Ibnul Madini berkata bahwa dia (Abu Ja’far) sering kacau. Abu Zur’ah berkata bahwa dia (Abu Ja’far) sering keliru.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam At Taqrib, Dia seorang yang jujur, tetapi hafalannya buruk, khususnya (riwayat) dari Mughirah.
Az Zaila-i berkata dalam Nashbur Rayah (2/132) setelah meriwayatkan hadits tersebut, Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam At Tahqiq dan di dalam Al Mutanahiyah, dan beliau berkata bahwa hadits ini tidak shahih karena Abu Ja’far yang namanya Isa bin Mahan telah dikatakan oleh Ibnul Madini bahwa dia sering kacau (hafalannya)…
Selain itu hadits tersebut Mungkar karena bertentangan dengan dua hadits yang shahih yaitu:
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut kecuali apabila mendo’akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo’akan kecelakaan atas satu kaum. Diriwayatkan oleh Al Khathib di dalam kitabnya dari jalan Muhammad bin Abdullah Al Anshari (yang berkata): Sa’id bin Abi ‘Arubah telah menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin Malik.
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut di dalam shalat subuh kecuali apabila mendo’akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo’akan kecelakaan atas satu kaum. Az Zaila-i (2/130) mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ibrahim bin Sa’d dari Sa’id dan Abu Salamah dari Abu Hurairah.
Penulis kitab At Tanqih berkata, Dan sanad kedua hadits ini shahih, dan keduanya merupakan nash bahwa qunut (adalah) khusus pada nazilah.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Ad Dirayah (hal 117) setelah membawakan dua hadits itu, Isnad kedua hadits ini shahih.
2. Hadits Kedua: Bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do’a ini adalah do’a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut.
Riwayat di atas dari Al Baihaqi adalah tidak shahih.
Hadits di atas juga tidak shahih karena Abdul Majid ini lemah dari sisi hafalannya, sedangkan Ibnu Hurmuz dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar bahwa: Keadaanya perlu untuk dibuka (diteliti).
Syaikh Al Albani mengatakan, Di dalam jalan menuju Buraid dari yang kedua, yang didalamnya disebutkan qunut shalat subuh, ada perawi yang bernama Ibnu Hurmuz yang telah engkau ketahui keadaanya. Padahal pada jalan lain yang shahih tidak disebutkan. Berdasarkan hal ini maka -menurutku- qunut di dalam shalat subuh dengan menggunakan do’a ini tidak sah. (Irwaul Ghalil II/172-175, hadits no. 429).
Adapun doa qunut witir tersebut (yakni -Allahummah dinii fii man hadait …-) diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Nashr, Ibnul Jarud dan Ath Thabarani di dalam Al Mu’jamul Kabir dari Yunus bin Abi Ishaq dari Buraid bin Abi maryam As Saluli dari Abil Haura’ dari Al Hasan bin Ali yang berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan di dalam qunut witir. dan Isnadnya shahih.
3. Perkataan Imam Nawawi yang menyatakan bahwa doa Umar tersebut beliau ucapkan di saat qunut subuh itu memang benar. Akan tetapi sebenarnya doa tersebut adalah untuk qunut nazilah sebagaimana diketahui dari doa beliau yang memohon kecelakaan atas orang-orang kafir. Imam Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa yang diriwayatkan dari Umar, Siksalah orang-orang kafir Ahli Kitab, karena peperangan para sahabat pada waktu itu melawan Ahli Kitab. Adapun sekarang yang dipilih hendaklah mengatakan, Siksalah orang-orang kafir, karena hal itu lebih umum. Dari sini jelaslah bahwa do’a Umar tersebut adalah doa qunut nazilah yang tidak menafikan hal itu dilakukan di saat shalat subuh.
Banyak para ulama yang berpendapat tidak disyari’atkannya qunut subuh terus menerus (sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang), di antaranya:
- Abu Malik Al Asyja’i, beliau berkata: Aku bertanya kepada bapakku, Wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali di sana, di Kuffah sekitar lima tahun. Apakah mereka semua melakukan qunut fajar? Bapakku menjawab, Hai anakku, itu perkara baru. (HSR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah, Thahawi, Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi dan Al Baihaqi dari beberapa jalan dari Abu Malik).
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Oleh karena inilah tatkala Ibnu Umar ditanya tentang qunut (subuh) terus menerus, beliau menjawab, Kami tidak pernah mendengar dan tidak pernah melihat. (Majmu’ Fatawa XXIII/101).
- Ishaq Al Harbi berkata: Saya mendengar Abu Tsaur bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Bagaimana pendapat anda tentang qunut di waktu subuh? Abu Abdillah menjawab, Qunut itu hanyalah di waktu nawazil. (Ash Shalat wa Hukmu Tarikiha: 216 dinukil dari Al Qaulul Mubin:131).
Syeikh Al Albani berkata, Hal ini di antara yang menunjukkan ilmu dan keadilan beliau (Abul Hasan Al Karji Asy Syafi’i). Dan bahwa beliau termasuk orang-orang yang diselamatkan oleh Allah dari cacat-cacat ta’ashub madzhab. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk mereka dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Disarikan dari tulisan Abu Ismail Muslim Al Atsari pada Majalah As Sunnah Edisi 11/Th IV/1421 - 2000
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dari http://ustaz.blogspot.com/2005_12_25_archive.html
Wednesday, December 28, 2005
Persoalan Membaca Qunut Subuh (Menutup Perselisihan Faham Dengan Hujah & Tarjih)
Menjawab persoalan yang berlegar oleh beberapa pihak yang ingin mengetahui persoalan khilaf berkenaan bacaan qunut pada waktu subuh ini maka ana dengan ini menulis dan memberikan jawapan secara ringkas.
Menyelesaikan permasalahan bacaan qunut di waktu subuh hendaklah dengan memahami perbahasan dan perselisihan mengenainya terlebih dahulu dan ini disebutkan sebagaimana diriwayatkan dari Qatadah ra : "Barangsiapa yang tidak mengetahui perkara khilaf, tidaklah sampai melepasi ilmu fiqh dari hidungnya (maksudnya belumlah mahir)".
Juga terdapat dalam riwayat dari Usman Ibn Atho ra mengatakan : " Tidak patut bagi seseorang berfatwa melainkan setelah dia mengetahui tentang perkara yang diperselisihkan (khilaf) oleh orang lain" (Sila rujuk Ibn. Abd Bar' dalam " Jami' Bayan Ulum").
Pengertian Qunut
Qunut bererti doa dan juga bermaksud ketaatan atau dalam bentuk lain bermakna berdiri lurus (lihat dalam Lisanul Arab m/s 504 Jilid 7).
Allah swt mengunakan perkataan qunut ini dalam beberapa keadaan yang masing-masing membawa maksud ketaatan, berdiri lurus, berdoa dan kepatuhan.
“Berdirilah kepada Allah dalam kepatuhan” (Al-Baqarah : 238).
“Wahai Maryam berdoalah kepada tuhanmu dan sujudlah dan rukuklah bersama golongan yang meruku’" (Alil-Imran : 43).
Membaca Doa Qunut dalam Solat Subuh
Para ulama dan ahli ilmu berselisih dalam masalah membaca doa qunut pada waktu subuh kepada beberapa pendapat. Demi meringkaskan perbincangan maka cukup ana keutarakan mazhab dan pendapat yang mengatakan ianya sunat seperti yang dilakukan oleh masyarakat Melayu.
Mazhab Malik dan Syafie mengatakan bahawa perbuatan membaca Qunut dalam solat Subuh ialah sunat yang dituntut (lihat dalam Al-Mudawanah, Al-Istizkar dan Al-Umm serta Al-Majmuk M/s 494 Jilid 3).
Mereka (yang berpendapat sunat) berdalilkan kepada hujah berikut :
Hadith riwayat Anas ra yang ditanyakan : Apakah nabi berqunut pada waktu subuh ? maka dijawab : " Ya " dan ditanya apakah sebelum rukuk dibuat qunut ? lalu dijawab : " Selepas rukuk dengan secara ringkas " (hadith sahih riwayat Bukhari no. 1001 dan Muslim no. 677).
Hadith Bara’a Ibn Azib ra yang mengatakan : “Sesungguhnya rasulullah salalallahualaihiwasalam melakukan qunut dalam subuh dan maghrib” (Hadith sahih riwayat Muslim no. 678, Tirmidzi no. 401 dan Abu Daud dan Nasaie serta khilaf pada Amru ibn Marah pada lafaz maghrib”).
Dari hadith Anas ra bahawa beliau berkata : “ Tidaklah rasulullah meninggalkan qunut sehinggalah baginda rasulullah meninggalkan dunia” (hadith mungkar tidak sahih riwayat Ahmad dan Daruquthni dan baihaqi).
Serta beberapa hadith lain yang akan diterangkan kemudian kerana berkongsi hadith itu sebagai dalil dengan pihak yang menafikan kesunatan qunut dan sebaliknya mengatakan ianya bid’ah dan sudah dimansuhkan.
Mereka yang mengatakan qunut telah dimansuhkan ialah mazhab Abu Hanifah (lihat Al-Mabsuth m/s 165 jilid 1 dan Fathul Qadir m/s 431 Jilid 1).
Pendapat mereka berasaskan hadith dari Abi Malik Al-Asyja’ie yang berkata kepada bapanya : “Wahai bapa sesungguhnya engkau telah solat di belakang rasulullah salallahualaihiwasalam dan Abu Bakar dan Umar, Utsman serta Ali ibn Abi Thalib di Kufah ini yang sudah mencapai 5 tahun maka apakah mereka itu berqunut ?” Lalu dijawab : “Bahkan ianya diada-adakan iaitu bid’ah (yakni tidak pernah dibuat oleh para sahabt dan rasulullah)” (Isnad sahih riwayat tirmidzi no. 402, Ibn Majah dan Ahmad serta Ibn Abi Syaibah).
Bapa kepada Abu Malik ini ialah Tariq ibn Asyim ra dan sebenarnya qunut ini jelas berlaku tetapi tidak diteruskan melainkan hanya sebentar cuma dalam tempoh beberapa masa sempena qunut nazilah yang akan diterangkan kemudian.
Diriwayatkan dari Umm Salamah ra : “Baginda rasulullah salallahualaihiwasalam melarang dari melakukan qunut di waktu subuh” ( hadith riwayat Daruquthni dengan isnad lemah & ringan).
Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud ra : “Tidaklah baginda berqunut subuh melainkan sebulan kemudian tidak lagi selepas itu dan sebelum itu” (Dikeluarkan oleh Thahawi dalam syarah Mughni dan Baihaqi dengan Isnad ringan dan lemah).
Diriwayatkan oleh Ibn Umar : “ Sesungguhnya ianya ialah bid’ah dan tidaklah dibuat oleh baginda rasulullah melainkan sebulan kemudian ditinggalkan” ( hadith dhaif riwayat Baihaqi no. 213 Jilid 2).
Juga dari Ibn Umar ra : “ Tidaklah aku melihat sesiapa pun yang membuatnya (qunut subuh)” (Isnad Sahih riwayat Abd razaq no. 4954).
Dari Ibn Mas’ud : “Sesungguhnya baginda tidaklah berqunut di solat subuh” ( Isnad Sahih riwayat Abd Razaq no. 3949).
Mereka dari mazhab Abu Hanifah ra mengatakan hujah mansuhnya perbuatan qunut subuh ini bersempena dengan mansuhnya juga qunut dalam solat Maghrib dan tiada alasan dan hujah untuk meneruskan qunut yang khusus pada waktu subuh melainkan dengan dalil khas.
Pendapat yang mengatakan qunut tidaklah dibuat oleh rasulullah salallahualaihiwasalam melainkan pada waktu qunut nazilah ialah pendapat mazhab Imam Ahmad ra dan sebahagian dari ulama muta’akhirin dari hanafiyah (lihat Al-Mughni oleh Ibn Qudamah m/s 587 Jilid 2 dan Fathul Qadir oleh Ibn Humam ).
Mereka membuat hujah berdasarkan dalil-dalil sebelumnya dan kemudian menambah dengan dalil dari hadith Anas ra yang berkata : “ Sesungguhnya nabi salallahualaihiwasalam tidaklah berqunut kecuali untuk berdoa kepada sesuatu kaum atau berdoa ke atas kaum tertentu” (Isnad ringan riwayat ibn Khuzaimah no. 620).
Hadith Abu Hurairah ra yang mengisahkan mengenai tertib dibuat qunut yang mengandungi bacaan qunut nazilah dan kemudian disebut telah sampai kepada kami (iaitu Zuhri seperti yang diberikan isyarat oleh Hafiz Ibn hajar ra) bahawa perbuatan qunut nazilah ini ditinggalkan setelah turunnya ayat : “Tidaklah menjadi urusan engkau sedikit pun mengenai mereka sama ada Allah hendak menerima taubat mereka atau menyiksa mereka sesungguhnya mereka itu golongan yang zalim” ayat 128 dari surah Alil Imran” (hadith sahih riwayat Bukhari no. 804 dan Muslim 675).
Pendapat Imam Sauri dan Ibn Jarir At-tabari dan Ibn Hazm serta Ibn Qayyim ialah boleh membuat qunut dan boleh pula meninggalkannya seperti yang dimuatkan dalam Zadul Ma’ad dan Al-Muhalla oleh Ibn Hazm dan pendapat ini pun bukanlah yang terbaik dan tepat tetapi boleh dijadikan sebagai kelonggaran bagi ramai pihak.
Kesimpulannya
Membaca setiap hujah dan dalil-dalil dari pelbagai pendapat di atas serta banyak lagi yang belum dimuatkan sekurangnya pembaca dapat memperolehi bayangan mengenai keputusan yang wajar dan sahih.
Tidak syak lagi bahawa qunut memang pernah dibuat oleh rasulullah dan ianya bukan hanya pada waktu subuh tetapi setiap waktu termasuk Maghrib dan Insya’ dan lain-lain. Adapun qunut yang dibuat oleh rasulullah itu ialah qunut nazilah kerana itulah yang diriwayatkan dalam semua hadith-hadith baginda berkait bacaan doa dalam qunut yang menunjukkan hanya qunut nazilah yang dibuat oleh baginda dalam beberapa tempoh waktu.
Disebabkan tiada dalil sahih mengatakan qunut terus dibuat selepas kewafatan rasulullah dan selepas tempoh qunut nazilah juga lebih-lebih lagi hanya khusus untuk subuh maka pendapat yang mengatakan telah mansuh dan hanya dibuat ketika berlakunya hajat seperti qunut nazilah itulah yang paling tepat seperti yang diriwayatkan dalam musonaf Imam Abd Razaq As-San’ani Al-Yamani ra.
Pendapat yang paling tepat ialah tidaklah dibuat qunut subuh secara khusus dan ianya termasuk bid’ah apabila hanya berqunut pada waktu subuh dan termasuk bid’ah juga ialah melakukan sujud sahwi kerana tidak melakukan qunut subuh misalnya apabila mereka kumpulan ini menuruti Imam yang tidak berqunut kemudian melakukan sujud selepas salam dan ini termasuk bid’ah.
Dibolehkan untuk membuat qunut pada waktu solat tidak hanya subuh tetapi baik Zohor, Asar dan Maghrib serta Insyak bersesuaian keperluan seperti mendoakan hajat yang dinamakan qunut nazilah.
Bersesuaian dengan hadith Ibn Abbas ra yang berkata : “ Telah berqunut rasulullah selama sebulan berturut-turut pada waktu Zohor dan Asar dan Maghrib serta Insyak juga Subuh di akhir setiap solat setelah membaca “samiallahuliman hamidah pada rakaat terakhir dengan mendoakan keselamatan Bani Salim ke atas Ry’lan dan Zakuan dan lain-lain…” (hadith hasan riwayat Ahmad dan Ibn Jarud dan Ibn Khuzaimah dan Hakim serta Baihaqi dan mempunyai syahid dari hadith Abu Hurairah dalam Bukhari).
Wallahualam
Segala puji hanyalah bagi Allah swt.
Menyelesaikan permasalahan bacaan qunut di waktu subuh hendaklah dengan memahami perbahasan dan perselisihan mengenainya terlebih dahulu dan ini disebutkan sebagaimana diriwayatkan dari Qatadah ra : "Barangsiapa yang tidak mengetahui perkara khilaf, tidaklah sampai melepasi ilmu fiqh dari hidungnya (maksudnya belumlah mahir)".
Juga terdapat dalam riwayat dari Usman Ibn Atho ra mengatakan : " Tidak patut bagi seseorang berfatwa melainkan setelah dia mengetahui tentang perkara yang diperselisihkan (khilaf) oleh orang lain" (Sila rujuk Ibn. Abd Bar' dalam " Jami' Bayan Ulum").
Pengertian Qunut
Qunut bererti doa dan juga bermaksud ketaatan atau dalam bentuk lain bermakna berdiri lurus (lihat dalam Lisanul Arab m/s 504 Jilid 7).
Allah swt mengunakan perkataan qunut ini dalam beberapa keadaan yang masing-masing membawa maksud ketaatan, berdiri lurus, berdoa dan kepatuhan.
“Berdirilah kepada Allah dalam kepatuhan” (Al-Baqarah : 238).
“Wahai Maryam berdoalah kepada tuhanmu dan sujudlah dan rukuklah bersama golongan yang meruku’" (Alil-Imran : 43).
Membaca Doa Qunut dalam Solat Subuh
Para ulama dan ahli ilmu berselisih dalam masalah membaca doa qunut pada waktu subuh kepada beberapa pendapat. Demi meringkaskan perbincangan maka cukup ana keutarakan mazhab dan pendapat yang mengatakan ianya sunat seperti yang dilakukan oleh masyarakat Melayu.
Mazhab Malik dan Syafie mengatakan bahawa perbuatan membaca Qunut dalam solat Subuh ialah sunat yang dituntut (lihat dalam Al-Mudawanah, Al-Istizkar dan Al-Umm serta Al-Majmuk M/s 494 Jilid 3).
Mereka (yang berpendapat sunat) berdalilkan kepada hujah berikut :
Hadith riwayat Anas ra yang ditanyakan : Apakah nabi berqunut pada waktu subuh ? maka dijawab : " Ya " dan ditanya apakah sebelum rukuk dibuat qunut ? lalu dijawab : " Selepas rukuk dengan secara ringkas " (hadith sahih riwayat Bukhari no. 1001 dan Muslim no. 677).
Hadith Bara’a Ibn Azib ra yang mengatakan : “Sesungguhnya rasulullah salalallahualaihiwasalam melakukan qunut dalam subuh dan maghrib” (Hadith sahih riwayat Muslim no. 678, Tirmidzi no. 401 dan Abu Daud dan Nasaie serta khilaf pada Amru ibn Marah pada lafaz maghrib”).
Dari hadith Anas ra bahawa beliau berkata : “ Tidaklah rasulullah meninggalkan qunut sehinggalah baginda rasulullah meninggalkan dunia” (hadith mungkar tidak sahih riwayat Ahmad dan Daruquthni dan baihaqi).
Serta beberapa hadith lain yang akan diterangkan kemudian kerana berkongsi hadith itu sebagai dalil dengan pihak yang menafikan kesunatan qunut dan sebaliknya mengatakan ianya bid’ah dan sudah dimansuhkan.
Mereka yang mengatakan qunut telah dimansuhkan ialah mazhab Abu Hanifah (lihat Al-Mabsuth m/s 165 jilid 1 dan Fathul Qadir m/s 431 Jilid 1).
Pendapat mereka berasaskan hadith dari Abi Malik Al-Asyja’ie yang berkata kepada bapanya : “Wahai bapa sesungguhnya engkau telah solat di belakang rasulullah salallahualaihiwasalam dan Abu Bakar dan Umar, Utsman serta Ali ibn Abi Thalib di Kufah ini yang sudah mencapai 5 tahun maka apakah mereka itu berqunut ?” Lalu dijawab : “Bahkan ianya diada-adakan iaitu bid’ah (yakni tidak pernah dibuat oleh para sahabt dan rasulullah)” (Isnad sahih riwayat tirmidzi no. 402, Ibn Majah dan Ahmad serta Ibn Abi Syaibah).
Bapa kepada Abu Malik ini ialah Tariq ibn Asyim ra dan sebenarnya qunut ini jelas berlaku tetapi tidak diteruskan melainkan hanya sebentar cuma dalam tempoh beberapa masa sempena qunut nazilah yang akan diterangkan kemudian.
Diriwayatkan dari Umm Salamah ra : “Baginda rasulullah salallahualaihiwasalam melarang dari melakukan qunut di waktu subuh” ( hadith riwayat Daruquthni dengan isnad lemah & ringan).
Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud ra : “Tidaklah baginda berqunut subuh melainkan sebulan kemudian tidak lagi selepas itu dan sebelum itu” (Dikeluarkan oleh Thahawi dalam syarah Mughni dan Baihaqi dengan Isnad ringan dan lemah).
Diriwayatkan oleh Ibn Umar : “ Sesungguhnya ianya ialah bid’ah dan tidaklah dibuat oleh baginda rasulullah melainkan sebulan kemudian ditinggalkan” ( hadith dhaif riwayat Baihaqi no. 213 Jilid 2).
Juga dari Ibn Umar ra : “ Tidaklah aku melihat sesiapa pun yang membuatnya (qunut subuh)” (Isnad Sahih riwayat Abd razaq no. 4954).
Dari Ibn Mas’ud : “Sesungguhnya baginda tidaklah berqunut di solat subuh” ( Isnad Sahih riwayat Abd Razaq no. 3949).
Mereka dari mazhab Abu Hanifah ra mengatakan hujah mansuhnya perbuatan qunut subuh ini bersempena dengan mansuhnya juga qunut dalam solat Maghrib dan tiada alasan dan hujah untuk meneruskan qunut yang khusus pada waktu subuh melainkan dengan dalil khas.
Pendapat yang mengatakan qunut tidaklah dibuat oleh rasulullah salallahualaihiwasalam melainkan pada waktu qunut nazilah ialah pendapat mazhab Imam Ahmad ra dan sebahagian dari ulama muta’akhirin dari hanafiyah (lihat Al-Mughni oleh Ibn Qudamah m/s 587 Jilid 2 dan Fathul Qadir oleh Ibn Humam ).
Mereka membuat hujah berdasarkan dalil-dalil sebelumnya dan kemudian menambah dengan dalil dari hadith Anas ra yang berkata : “ Sesungguhnya nabi salallahualaihiwasalam tidaklah berqunut kecuali untuk berdoa kepada sesuatu kaum atau berdoa ke atas kaum tertentu” (Isnad ringan riwayat ibn Khuzaimah no. 620).
Hadith Abu Hurairah ra yang mengisahkan mengenai tertib dibuat qunut yang mengandungi bacaan qunut nazilah dan kemudian disebut telah sampai kepada kami (iaitu Zuhri seperti yang diberikan isyarat oleh Hafiz Ibn hajar ra) bahawa perbuatan qunut nazilah ini ditinggalkan setelah turunnya ayat : “Tidaklah menjadi urusan engkau sedikit pun mengenai mereka sama ada Allah hendak menerima taubat mereka atau menyiksa mereka sesungguhnya mereka itu golongan yang zalim” ayat 128 dari surah Alil Imran” (hadith sahih riwayat Bukhari no. 804 dan Muslim 675).
Pendapat Imam Sauri dan Ibn Jarir At-tabari dan Ibn Hazm serta Ibn Qayyim ialah boleh membuat qunut dan boleh pula meninggalkannya seperti yang dimuatkan dalam Zadul Ma’ad dan Al-Muhalla oleh Ibn Hazm dan pendapat ini pun bukanlah yang terbaik dan tepat tetapi boleh dijadikan sebagai kelonggaran bagi ramai pihak.
Kesimpulannya
Membaca setiap hujah dan dalil-dalil dari pelbagai pendapat di atas serta banyak lagi yang belum dimuatkan sekurangnya pembaca dapat memperolehi bayangan mengenai keputusan yang wajar dan sahih.
Tidak syak lagi bahawa qunut memang pernah dibuat oleh rasulullah dan ianya bukan hanya pada waktu subuh tetapi setiap waktu termasuk Maghrib dan Insya’ dan lain-lain. Adapun qunut yang dibuat oleh rasulullah itu ialah qunut nazilah kerana itulah yang diriwayatkan dalam semua hadith-hadith baginda berkait bacaan doa dalam qunut yang menunjukkan hanya qunut nazilah yang dibuat oleh baginda dalam beberapa tempoh waktu.
Disebabkan tiada dalil sahih mengatakan qunut terus dibuat selepas kewafatan rasulullah dan selepas tempoh qunut nazilah juga lebih-lebih lagi hanya khusus untuk subuh maka pendapat yang mengatakan telah mansuh dan hanya dibuat ketika berlakunya hajat seperti qunut nazilah itulah yang paling tepat seperti yang diriwayatkan dalam musonaf Imam Abd Razaq As-San’ani Al-Yamani ra.
Pendapat yang paling tepat ialah tidaklah dibuat qunut subuh secara khusus dan ianya termasuk bid’ah apabila hanya berqunut pada waktu subuh dan termasuk bid’ah juga ialah melakukan sujud sahwi kerana tidak melakukan qunut subuh misalnya apabila mereka kumpulan ini menuruti Imam yang tidak berqunut kemudian melakukan sujud selepas salam dan ini termasuk bid’ah.
Dibolehkan untuk membuat qunut pada waktu solat tidak hanya subuh tetapi baik Zohor, Asar dan Maghrib serta Insyak bersesuaian keperluan seperti mendoakan hajat yang dinamakan qunut nazilah.
Bersesuaian dengan hadith Ibn Abbas ra yang berkata : “ Telah berqunut rasulullah selama sebulan berturut-turut pada waktu Zohor dan Asar dan Maghrib serta Insyak juga Subuh di akhir setiap solat setelah membaca “samiallahuliman hamidah pada rakaat terakhir dengan mendoakan keselamatan Bani Salim ke atas Ry’lan dan Zakuan dan lain-lain…” (hadith hasan riwayat Ahmad dan Ibn Jarud dan Ibn Khuzaimah dan Hakim serta Baihaqi dan mempunyai syahid dari hadith Abu Hurairah dalam Bukhari).
Wallahualam
Segala puji hanyalah bagi Allah swt.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hukum Qunut Subuh
Kamis, 16-November-2006, Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain
Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunut Shubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lain menganggapnya pekerjaan bid'ah. Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?
Jawab :
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur'an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid'ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
"Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak". Dan dalam riwayat Muslim : "Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak".
Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama
Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi'iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa'd, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
"Terus-menerus Rasulullah shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia".
Dikeluarkan oleh 'Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba'in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-'Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama' wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja'far Ar-Rozy dari Ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin 'Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : "Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i' bin Anas adalah Abu Ja'far 'Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)". Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : "Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)". Berkata Abu Zur'ah : " Yahimu katsiran (Banyak salahnya)". Berkata Al-Fallas : "Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)". Dan berkata Ibnu Hibban : "Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar"."
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma'ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Rozy, beliau berkata : "Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja'far Ar-R ozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya".
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja'far Ar-R ozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja'far ini adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : "Shoduqun sayi`ul hifzh khususon 'anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja'far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
"Sesungguhnya Nabi shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo'a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo'a (kejelekan atas suatu kaum)" . Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja'far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Nabi shollahu 'alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh".
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.
emudian sebagian para 'ulama syafi'iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau berkata :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُ وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
"Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman, dan saya (rawi) menyangka "dan keempat" sampai saya berpisah denga mereka".
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : 'Amru bin 'Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan 'Amru bin 'Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu'tazilah dan dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma'il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma'il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami Ja'far bin Mihr on, (ia berkata) menceritakan kepada kami 'Abdul Warits bin Sa'id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ
"Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah dengan beliau".
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja'far bin Mihron sebagaimana yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I'tidal 1/418. Karena 'Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari 'Amru bin 'Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu 'Umar Al Haudhy dan Abu Ma'mar – dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari 'Abdul Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da'laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
"Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang 'umar lalu beliau qunut dan di belakang 'Utsman lalu beliau qunut".
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja'far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata : "Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid (pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma'in dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma' in berkata di (kesempatan lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya "Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau meninggalkan dunia", itu tidak terdapat dalam hadits Khal id. Yang ada hanyalah "beliau (nabi) 'alaihis Salam qunut", dan ini adalah perkara yang ma'ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)".
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin 'Abdillah dari Anas bin Malik :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ
"Terus-menerus Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal".
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin 'Abdillah, kata Ibnu 'Ady : "Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)". Dan berkata Ibnu Hibba n : "Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya".
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian.
1) Doa
2) Khusyu'
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan.
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur'an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ ))
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I'tidal) berkata : "Sami'allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. "Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri'lu, Dzakw an dan 'Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim". (HSR.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : "Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya' dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir".
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansu kh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah .
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa'ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja'i
قُلْتُ لأَبِيْ : "يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ" فَقَالَ : "أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ".
"Saya bertanya kepada ayahku : "Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?". Maka dia menjawab : "Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid'ah)". Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Dua : Hadits Ibnu 'Umar
عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ قَالَ : "صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ". فَقُلْتُ : "آلكِبَرُ يَمْنَعُكَ", قَالَ : "مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِيْ".
" Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu 'Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku". Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1246, Al-Baihaqy 2213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma' Az-Zawa'id 2137 dan Al-Haitsamy berkata :"rawi-rawinya tsiqoh".
Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari'atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.
Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Umar diatas, bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa berkata : "dan demikian pula selain Ibnu 'Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid'ah".
Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari'atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.
Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari'atkannya qunut shubuh secara terus-menerus dengan membaca do'a qunut "Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai akhir do'a kemudian diaminkan oleh para ma'mum, andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma'ad.
Kesimpulan
Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid'ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a'lam.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma'any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu' 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi' : 2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majm u' Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma'ad 1/271-285.
Alhamdulillah, terima kasih banyak2 atas usaha emjay. insya Allah, saya dan suami akan terangkan kepada keluarga kedudukan subuh ini terutamanya ibu saya yang umurnya sudah menjangkau lebih 1/2 abad..untuk menerangkannya memang mengambil masa kerana telah lama amalan ini dibuat..tapi saya akan cuba..mudah-mudahan berhasil...insya Allah..wassalam..
ReplyDeletejadi kesimpulan nya??? saya pening skit la..keliru..
ReplyDeletequnut subuh adalah masalah khilaf yang dah diselesaikan oleh ulama fikh lama dulu... bagi mereka yang bermazhab syafie di malaysia ni qunut memang dilakukan dan tiada salahnya.... jangan keliru dengan benda khilaf ni.... salam
ReplyDeletemaknanya masuk neraka lee imam syafie.kalau menurut hujah wahabi
ReplyDelete"maknanya masuk neraka lee imam syafie.kalau menurut hujah wahabi"
ReplyDeleteKita tak tau sapa yg bakal masuk neraka atau syurga...Sapa nak buat qunut, silakan, siapa yg tak buat (sebab berpandukan dan faham hujah2 yg diberikan), juga silakan...So tak usah gaduh2...
Kenapa pulak masuk neraka imam syafiee??
ReplyDeleteSekiranya imam shafiee berijtihad dengan ilmunya, kalau salah sekali pun dapat satu pahala dan kalau benar dapat dua pahala. Kalau imam Shafiee buat qunut berterusan dengan ilmu yang dikuasai, mudah-mudahan dapat satu pahala.
Namun kalau sdr rzammil ingin berijtihad, banyakkah ilmu untuk berijtihad?? Kalau kurang ilmu dan ada orang memberikan hujah (nas-nas yang sahih pula) yang jelas, mengapa perlu di tolak??
Tidak sama orang berilmu dengan tidak berilmu.
Emjay
saudara sepatutnya gunakan perkataan begini ' saya lebih cenderung ataupun saya lebih menyetujui pendapat sipolan polan' tanpa merendahkan pendapat pendapat yang berlainan.saya amat berlapang dada tentang khilafiah tetapi saya amat membenci gaya bahasa wahabi walaupun hampir 100 peratus dari fahaman mereka tentang ajaran islam saya bersetuju
ReplyDeleteseeloknya jgn la kita berbalah tentang pekara-perkara khilafiah ni....
ReplyDeletepara ahli mazhab dulu pun x menghukumkan fatwa @ ijtihad yang berlawanan dgn ijtihad nya sebagai salah,kufur atau bidaah....
kalau kita buat...teruskanlah....dalam bab fekah ni kan byk khilafiah..
yang paling utama jazamkan aqidah kita agar tidak terkeluar dari landasan yang hak....
wassalam..
yg buat org marah tu ialah bila sewenang2 mengatakan "ini semua bid'ah...! "
ReplyDeletebagi yg mudah terasa seolah2 ia tuduhan bhw "kamu ini adalah ahli neraka!"
ikot mazhab jela..
ReplyDeletesenang takyah nak pertikaikan.
buat pon nukan dosa.takde bid'ah dalam hal qunut nie.
Hadis diatas tu semuanya hadis shohih..
Aku penah belajar sal nie mase form 3 dulu.
Dalam kitab tafsir hadis..
Kalau buat sesuatu kebajikan dan amalan itu mengira pahala, mana yang dikatakan sebenar-benar ikhlas? Itu adalah sekadar imbuhan sebagaimana yang kita tahu. Mana kenyataan Imam As-Syafie mengatakan membuat sesuatu amalan berharap akan pahala? Soal bagi atau tidak, itu kerja Allah s.w.t. Kita hanya menunaikan tanggungjawab. Bukan mengira pahala buat itu,ini,begitu,begini.
ReplyDeletehttp://tablighster.multiply.com/photos/album/3/Siapakah_Emjayjb_#23
ReplyDeletehttp://tablighster.multiply.com/photos/album/3/Siapakah_Emjayjb_#23
ReplyDeletehttp://tablighster.multiply.com/photos/album/3/Siapakah_Emjayjb_#23
ReplyDeleteAssalamualaikum Wr. Wbrkth.....
ReplyDeleteJadi kenapa mi.... Yang mana satu nak diikut nie?? Bagi insan jahil dan berpengetahuan cetek sepertiku, yang mana satukah harus kujadikan panduan? Bagilah keputusan yang releven sikit. Aku insan yang terkeliru, apa keputusan DOA QUNUT dalam sembahyang subuh nie.... WAJIBkah, SUNAT ????
Waalaikumussalam wbh
ReplyDeleteUlang-ulang bacalah artikel di atas ini.
Saya dahulu apabila mengalami situasi ini, beberapa ustaz pakar hadis di UTM saya telefon untuk mendapatkan kepastiannya. Beberapa orang lain saya telah hubungi juga dan akhirnya setelah merujuk beberapa kitab dan kitab hadis Bukhari dan Muslim akhirnya saya tidak lagi mengamalkan doa Qunut di solat subuh.
Emjay
Terima kasih... saya dah faham tapi untuk memantapkan lagi kefahaman saya, biasanya saya memang suka bertanya semula setiap perkara pada orang yang lebih mengetahui....
ReplyDeleteSemoga usaha insandahaga mencari kebenaran dimudahkan oleh Allah SWT
ReplyDeleteAstghfarullah Al'Azim..... memang tidak membaca doa Qunut dalam solat Subuh diamalkan di Makkah & Madinah atas sebab ajaran WAHABBI. Sebab kedau kota suci ini telah tercemar oleh fahaman Wahabbi. Saya kira terlalu banyak bijak pandai di akhir zaman ini yang meniru gaya & mengambil mudah ajaran ulamak yang terdahulu. Pada fahaman saya yg kerdil ini, contoh seperti dalam surah Al-Baqarah .....daripada Wahyu Allah Subhanahu Wata'ala menyuruh Nabi memerintahkan kaumnya mendapatkan seekor Sapi .... maksudnya apapun asal nama Sapi, namun disebabkan banyak tanya... banyak karenah maka jadilah sapi itu yang dimaksudkan sapi betina yang belum pernah diperah susunya berwarna kuning keemasan.... (* maksud saya disini perkara yng mudah menjadi sukar sebab banyaknya bijak pandai yg mempersoal & memberikan pendapat sendiri mengikut nafsu semata). Apa salahnya kita berdoa Qunut dalam Solat Subuh??? Apakah dengan berdoa Qunut batal solat kita??? ataukah tidak diterima solat kita???Apakah dengan doa Qunut itu kita dimasukkan dalam neraka jahanam...??? Kan mudah dengan berdoa... "Doa itu kan permohonan...(*Maksudya kita tak rugi pun kalau kita berdoa...soalnya, kenapa kita mesti lari dari RAHMAT Allah???
ReplyDeleteSdr razory yang bijak pandaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
ReplyDeleteNabi berkata mafhumnya "solatlah sebagaimana aku solat". Jadi selama ini razory berqunut mengikut imam mazhab atau ikut Nabi?????
Menulis jangan ikut sedap saja. Lakukanlah setiap ibadah sebagaimana yang dituntut oleh Nabi SAW berlandaskan nas-nas yang sahih. Kalau razory berqunut dengan mengikut nas yang sahih, keluarkanlah di sini. Jadilah orang yang berilmu bukan orang yang menjadi pak turut sebagaimana lembu dicucuk hidung.
Semalam bila sdr menghujah tentang artikel "INGAT ALLAH DAPAT RAHMAT, INGAT AYAT KURSI AZAB BERTAMBAH" di http://emjayjb.multiply.com/journal/item/76, nampak sangat macam orang tak reti bahasa. Janganlah mengulangi kesilapan yang sama kali ini.
Semoga kedatangan sdr razory ke Laman Emjay memperoleh seribu rahmat dan bukan memperoleh 1000 kebencian.
Sekian wassalam
Emjay
Yang saya faham Membaca Doa Qunut itu hukumnya Sunnat Muakkad (Sunat yang dituntut - bererti kalau dilakukan mendapat pahala) kalau segi hukum memang sunnat sahaja tak buat pun ta apa ..... sah sembahyang .... (*solat ni umpama kita bekerja... kalau mau upah lebih buat lah kerja lebih masa .. overtime kata orang) kan gitu? so, naper lak nak sibuk2 suruh org berhenti dari baca doa Qunut yg memang bagus untuk kita semua?
ReplyDeleteSiapa yang menghukumkan membaca qunut subuh tu sunnat muakkad??? Adakah Nabi Muhamad melakukannya??
ReplyDeleteSunnat muakad adalah berdasarkan ibadah yang nabi gemar dan kerap lakukan. Kalau ibadah yang Nabi Muhamad lakukan dan tidak pernah tinggalkan, ia dah jadi hukum wajib.
Cuba sdr tanya pakar rujuk dari pihak sdr dan berikan kepada saya nas sahih bahawa nabi kerap melakukan qunut subuh dan hampir tidak ditinggalkan oleh baginda sehingga baginda wafat????
Solatlah sebagaimana baginda solat. Baginda sepanjang hayatnya tidak pernah hanya melakukan qunut pada waktu subuh sahaja. Kalau ada nas sahihnya, berikanlah kepada kami.
Didalam solat jumaat katib ada menyatakan "apabila kamu berbantah-bantah, kembalilah kepada Al Quran dan sunnah baginda" Silalah sdr rujuk pakar rujuk sdr sekiranya ada Nabi kita SAW melakukan qunut hanya waktu subuh sahaja secara berterusan??????? Jelaskan kepada saya yang lemah ini.
Rasulullah diutuskan Allah untuk membetulkan cara akidah dan cara ibadah manusia. Solatlah sebagaimana baginda solat.
Sekian wassalam wallahuaqlam
Emjay
assalamualaikum wbh
ReplyDeletesaya pernah dengar acapkali juga lebih kurang begini"umat Islam akan kuat jika jumlah makmum solat subuh
sama dengan makmum solat jumaat'' jadi bagaimana bisa, buat makmum yang imamnya baca qunut.Saya belum pernah berimamkan subuh x der qunut nih.Persoalan yang timbul ialah:
1.solat dirumah bersama keluarga?
2. dan bermacam2 lagi....(Aku Rela) belum sampai ketahap itu bg insan yang kerdil ini.
sekian wassalam
kalau ditanah suci imam tak baca doa qunut sebagai makmum kita ikut imam tak buat juga. tapi kembali di Malaysia buat
ReplyDeleteSana kan banyak golongan Wahabi tapi bagaimana solat kita? Bila wafatnya nabi maka ikutannya adalah para sahabt. Kemudian tabi'en,seterusnya imam2.....Ulamak itu pewaris nabi (ulama yang benar). Bila berlaku khilaf, maka kembalilah pada al-quran dan hadis.
ReplyDeleteapa la kau ni mj..artikel ko ni mcm nk galakkan org mt m'sia ni supaya x bc qunut je..ko ni mazhab ape?
ReplyDeleteapa la kau ni pakngah81, tulisan ko ni mcm nk galakkan org m'sia supaya memperlekehkan ajaran Nabi Muhamad SAW.. ko ni pengikut mazhab atau pengikut ajaran Nabi Muhamad SAW?
ReplyDeleteEMjay
en emjayjb ni ikut fahaman wahabi ke?
ReplyDeleteapa nak jadi ni ..saya dah pening comen2 di atas
ReplyDeleteapaun kita mesti ikut ajaran Nabi Muhamad SAW..kembali pada Al-quran dan hadis
tutup cita ni ... kita kena jadi professional dalam bab ni jgn sampai ada org ketiga pulak masuk campur dan ambil kesempatan (syaitan)
kepada yang ragu2 belilah kitab hadis shahih imam Muslim & Bukhari...tak mahal mane pun....baca dan fahamkan.....
ReplyDeleteBetullah tu solgambut
ReplyDeleteSaya rasa ustaz macam gaya wahabbi je....maaflah kalau saya salah....saya sekadar mahu lihat pendapat dalam hal ini...
ReplyDeleteSaya dahulu apabila mengalami situasi ini, beberapa ustaz pakar hadis di UTM saya telefon untuk mendapatkan kepastiannya. Beberapa orang lain saya telah hubungi juga dan akhirnya setelah merujuk beberapa kitab dan kitab hadis Bukhari dan Muslim akhirnya saya tidak lagi mengamalkan doa Qunut di solat subuh.
Kalau ya pun ustaz janganlah mengelirukan kepada org yang mengamalkan mengikut shafiee....
sedih dan kadang2 lucu gak rasanya bila ramai sangat yang tanya ustaz nie wahabbi ke, walhal bila ditanya balik apa tu wahabi pasti ada berpuluh jawapan, mungkin beratus dan hakikatnya yang bertanya tu sendiri tak tau apa tu wahabi.biar saya pula tanya peekeelee dan hasfaportal..adakah salah atau saya terkeluar dari Islam jika saya membuat ibadat berdasarkan dalil2 shahih dari Al-Quran dan hadis tanpa mengikut atau mengklaim daripada mana-mana mazhab?soalan kedua, jika saya mengkaji pandangan mazhab lain, tiba2 saya ketemukan hadis yang soheh berkaitan perlaksanaan satu2 ibadat walhal dalam kebiasaan masarakat sekarang (yang mengatakan bermazhab syafie) perkara tersebut tidk boleh dilakukan dan jika dilakukan akan kelihatan janggal..maka jika saya laksanakan juga ibdat tersebut adakah saya akan terkeluar daripada mazhab?atau ibadat saya tidak sah?atau saya tergolong di kalangan orang2 yang saudara gelar sebagai golongan wahabi?
ReplyDeleteBegitulah halnya whoopz bila kita mendekatkan diri dengan Al Quran dan sunnah. Sabarlah saja. Dalam Al Quran kan dah disebut golongan yang begitu tu memang ramai.
ReplyDeleteSemoga Allah mematikan whoopz dan saya dalam iman
Emjay
panas sungguh cuaca dlm blog ni
ReplyDeleteTakuti perkara membatalkan Islam
ReplyDeleteAdapun jawapan terhadap hadith Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan (thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang2 kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka shj. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini mesti dilakukan kerana hadith Anas di dlm ucapannya 'sentiasa Nabi qunut di dlm solat subuh sehingga beliau meninggal dunia'
ReplyDeleteadalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya."
Tersebut dlm kitab Al-Um jilid 1 hlm.205 bahawa Imam Syafie
ReplyDeleteberkata,maksudnya:
"Tak ada qunut dlm sembahyang lima waktu kecuali sembahyang subuh. Kecuali jika terjadi bencana maka boleh qunut pada semua sembahyang jika imam menyukai"
Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunut Shubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lain menganggapnya pekerjaan bid'ah. Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?
ReplyDeleteJawab :
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur'an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid'ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
"Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak". Dan dalam riwayat Muslim : "Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak".
Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama
Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi'iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa'd, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
"Terus-menerus Rasulullah shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia".
Dikeluarkan oleh 'Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba'in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-'Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama' wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja'far Ar-Rozy dari Ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin 'Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : "Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i' bin Anas adalah Abu Ja'far 'Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)". Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : "Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)". Berkata Abu Zur'ah : " Yahimu katsiran (Banyak salahnya)". Berkata Al-Fallas : "Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)". Dan berkata Ibnu Hibban : "Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar"."
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma'ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurun
Assalamualaikum wbh sdr sempoernaa
ReplyDeleteSemoga Allah mematikan sdr sempoernaa dan saya dalam iman.
Emjay
insyaallah saudara emjay.. kepada saudara2 yg lain yg masih tidak puas hati.. fahamkan lah dulu betul2 qunut subuh & qunut nazilah ye... xperlu berbalah.. renung2kan selamat beramal...
ReplyDeleteassalamualaikum saudara emjay, seharusnya ape yg perlu dilakukan jika menimang cahaya mata? perlukah mengazankan dan iqamat pada bayi yg baru lahir?
ReplyDeleteSalam
ReplyDeleteSalam
ReplyDelete4 An-Nisaa'
[82]
Patutkah mereka (bersikap demikian), tidak mahu memikirkan isi Al-Quran? Kalaulah Al-Quran itu (datangnya) bukan dari sisi Allah, nescaya mereka akan dapati PERSELISIHAN yang banyak di dalamnya.
30 Ar-Ruum
[31]
Hendaklah kamu (wahai Muhammad dan pengikut-pengikutmu) sentiasa rujuk kembali kepada Allah (dengan mengerjakan amal-amal bakti) serta bertaqwalah kamu kepadaNya; dan kerjakanlah sembahyang dengan betul sempurna; dan janganlah kamu menjadi dari mana-mana golongan orang musyrik -
[32]
Iaitu orang-orang yang menjadikan fahaman ugama mereka berselisihan mengikut kecenderungan masing-masing serta mereka pula menjadi berpuak-puak; tiap-tiap puak bergembira dengan apa yang ada padanya (dari fahaman dan amalan yang terpesong itu).